Rabu, 18 Maret 2015

Izinkan aku Menangis

Tak sedikit waktuku habis hanya memikirkan tentang dunia, suatu hari aku sadar bahwa ada yang membuatku terharu malam itu. Entah seperti apa mulanya, rasanya lelah sekali hari-hari yang terlalui dan hanya mengerjakan hal yang sama. Rutinitas seorang karyawan kadang memang jenuh, namun paling tidak dia alasan aku begitu mensyukurinya berada dilingkaran orang-orang yang bekerja namun selaras dengan beribadah.

Laptop yang sudah menemaniku sejak awal semester D3 hingga Allah mengijinkan aku melanjutkan ke jenjang starata, sesuatu yang amat aku inginkan sejak dahulu, inipun aku merasainya setelah penantian selama 3 tahun  lamanya dan tergolong lebih telat dibandingkan teman-teman lainnya.

Setiap hamba akan Dia uji sesuai batas kemampuannya, aku berazam memberikan perubahan pada status keluarga dan saat itu masih ada adikku, kami berdua berjanji untuk memberikan yang terbaik dan akan membuat bangga orang tua kami, namun ditengah perjalanan awal aku harus berjalan sendirian.

Takdir menginginkan hal lain atas cita-cita kami berdua, adikku lebih Dia sayang sehingga lebih awal menghadap sang pencipta dan tinggalah aku harua berjuang sendirian mewujudkan cita-cita kami.

Kadang aku berfikir mengapa harus aku sendirian ya Robb? Namun semua ini takdir Nya dan itu yang terbaik bagi kami. Tidak ada lagi teman sharing dan berbagi cerita yang biasa aku bagi untuknya, tidak juga pada satu sahabatku diapun sejalan waktu menjauh dan amat sulit kujangkau.

Tinggallah aku berdiri sendiri diatas keputusan yang kuambil, mungkin ini yang harus terjadi padaku. Sejak kecil dan belajar menjadi dewasa di Jalanan tanpa bimbingan ayah ataupun orang tua secara penuh. Dewasa yang di tempah oleh keadaan dan waktu, serta titipan do'a kedua orangtua kepada-Nya.

Malam ini aku renungkan betapa orang-orang yang aku cintai dan kasihi kini sebagian masih bersama-sama didunia, jika suatu ketika mereka atau diriku sendiri yang pergi meninggalkan dunia ini. Adakah kebaikan amal yang bisa kami bawa kehadapanNya.

Robbi...tlah Kau ajarkan aku bagaimana memanfaatkan waktu yang singkat ini, dengan kepergian ayah dan kedua adikku pada usia muda. Bukankah hidup itu amat sebentar. Jika aku tidak menyegerakan menata hidupku dan masa depanku betapa meruginya aku.

Sampai usia seperti ini, tidak banyak hal yang bisa aku lakukan. Aku merasa selalu telat dan tertinggal ya.Robbi...aku tak ingin menyesal dengan hidup yang tlah Kau anugerahkan ini, selalu dan selalu bawa dan tuntun aku kejalan yang penuh ketaatan, fastabiqhul khoirot.

Hilangkan kelemahan diri dan kemalasan, bangkitkan jiwa untuk terus meningkatkan ruhiah agar senantiasa menambahkan ghiroh seorang mujahidah. Aku harus menyelesaikan cita-cita yang pernah kami buat ya Robb. Akankah aku kuat dengan berjuang sendirian???

Sebenarnya aku tidaklah sendiri, aku yakin Kau lah yang menjadi partner terbaik kelak. Meskipun Kau tlah mengambil adik dariku diperjuangan ini, karena Kau tahu Kau akan terus bersamaku.

Ijinkan malam ini aku bersimpuh diatas sajadah ini, dengan segala keluh kesah yang nyata, tak siapapun tahu. Aku percayakan hanya padaMu muara solusi dalam setiap kelelahan, kecemasan dan penantian.

Ijinkan aku meluruhkan air mata kelemahan dalam bait-bait mantra jiwa.
Karena Kau tempat penjara jiwa yang indah
Tak berterali besi namun memasung
Tak beruang namun kadang terasa sesak

Bagai berada dalam negeri terasing meskipun sedang berada di negerinya sendiri
Tak berdaya, tak bermakna
Beginilah gambaran Jiwaku...

Jiwa yang berumah namun berpondasi rapuh
Adakah jiwa yang rela kelak menjadi pondasi kokoh  untuk menopangnya
Dalam setiap detik dan waktunya
Disepanjang kisahnya...

#Ijinkanakumenangis

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Isilah komentar dengan bahasa yang santun dan membangun!