Senin, 23 Desember 2013

Kematian yang dekat


Keluarga ini masih dalam keadaan berkabung, embun pekat yang masih terselubung dalam celah dinding-dinding rumah kami masih amat jelas terlihat, kesedihan itu belum bisa sirna sebab orang yang kami sayangi harus kembali kepada sang Pemilik jiwa, Allah Swt. Tidak mudah memang melupakan bahkan menghapus kenangan-kenangan bersamanya, sungguh Aku lah orang pertama  yang mungkin tampak terlihat tegar diantara keluarga yang lain, namun tidakkah mereka menelisik kedalam relung hatiku bahwa akulah orang yang teramat lemah dan cengeng.

Menyembunyikan kesedihan diantara Ibu dan kakak-kakakku bukan hal yang sulit bagiku, karena aku terlihat semangat dalam hal apapun, wajar ketika pundak mereka, serta kelemahan mereka bersandar padaku, mencari harapan itu bersamaku.  Ingat betul atas kepergian adik dua minggu yang lalu,alhasil aku menjadi anak terakhir menggantikan posisi adik bungsuku yang telah kembali pada-Nya. Kini perhatian kakak semua tertuju padaku, yang merupakan adik satu-satunya yang masih menempuh pendidikan dan belum menikah pada saat ini. 

Siang ini aku mendapat undangan dari organisasi pencak silatku, bahwa akan ada pembukaan pertandingan tingkat daerah di daerah SP, teman-teman se organisasiku tahu bahwa kondisi keluargaku masih dalam berkabung, namun ini bentuk mereka untuk menghiburku saat itu, mereka tahu betul ketika di arena pertandingan ataupun hanya menjadi supporter, itu akan memberikan semangatku untuk meminimalisir kesedihan yang sedang Aku rasakan. 

Dengan diantar dua orang teman SD yang menjadi Bidan di Desaku, kami mengendarai 2 motor miliknya, aku menggonceng temanku sementara adiknya temanku dia hanya sendirian saja, awalnya Ibu berat mengijinkan aku pergi jauh-jauh dari lingkungan rumah, kata orang dulu pamali bagi orang yang habis mengalami musibah jadi tidak baik keluar rumah jauh-jauh. Tempatnya tidak jauh, di Desa sebelah hanya perlu menempuh 1 jam setengah untuk sampai disana.

Perjalanan kuawali dengan bismillah, zikir senantiasa kulafazkan semenjak naik dan turun perjalanan terjal terus kami lalui, maklum keadaan jalannya memang semi aspal dan masih banyak batu-batu lepas, serta jalanan yang menaik dan menurun kadang membuat gemetar tangan saat menarik gas dan rem motor. Kerusakan jalan cukup banyak terjadi lantaran daerahku merupakan daerah pertambangan, mulai dari tambang minyak bumi, batubara dan perkebunan karet dan sawit alhasil jalan tak semulus jalan aspal perkotaan. Belum lagi mobil-mobil bak dan kontainer sering kali melewati jalan raya ini, cukup mengerikan memang dan harus hati-hati dalam mengendarai motor.

Aku melihat ulah adik temanku, relti sebut saja namanya begitu, perawakannya besar tinggi, berjilbab, tomboy seorang mahasiswi Univ. Negeri Sriwijaya jurusan pertanian sedang asyik atraksi melepas tangan saat melewati jalanan yang luas dan menurun, ulahnya sontak membuat kami menggeleng-gelengkan kepala, luar biasa tomboynya, berbeda dengan temanku yang bidan ini, dia cukup kalem, pendiam dan feminim sekali, dia dengan tenang berada di goncengan ku.

Zikir ini terus kulafazkan, apalagi saat melihat mobil-mobil kontainer melewati kami dengan bunyi yang bising, wuussshh..wussssshh...breemmm...
jalan menanjakpun kami lalui aku ambil ancang-ancang tarik gas motor dengan cepat agak motor kuat untuk naik, namun setengah ditanjakan mobil kontainer mendekat dari arah kanan sementara sebelah kiri badan jalan kontainer besar asyik parkir sembarangan, aku kalut dan bingung harus ambil jalan yang mana sementara rem yang ku kendalikan nampaknya sulit untuk berhenti sebelum tempat parkir mobil itu berhenti.

Astaghfirulloh hal azhiiimm...Ya Allah. Aku menenangkan diriku sambil menekan rem dan mencari cara agar tidak menabrak. Secepat kilat kuarahkan stang ke bagian kiri jalan, walau aku tahu aku pasti akan menabrak kontainer yang sedang parkir tersebut, namun aku berfikir "Insyaalloh aku akan selamat namun harus masuk kekolong mobil raksasa itu",

BIsmillah" Astaghfirulloh hal 'azhiim ya Allah, aku akan menambrak mobil itudan bersiap masuk ke dalam kolongnya untuk menghindari tabrakan mobil yang sebelah kanan yang sedang melaju kencang itu.

Sruuuut,,,jgeerr,, trakk...ngeiiittt....braakk.

Kami berdua jatuh dan benar kami berdua masuk kekolong mobil raksasa itu, 
Aku tahan kepalaku agar tak terbentur aspal karena motor jatuh ke arah kiri, badanku tertimpah badan motor begitu juga dengan temanku. Karena memang sangat cepat kejadiannya maka akupun tidak bisa lama menahan kepalakuakhirnya kujatuhkan juga dia ke aspal meski benturannya tidak kencang membuat sakit sedikit dan itu menyadarkanku.

Alhamdulillah ya robb,,,aku masih sadar dan hidup atas kejadian dahsyat ini, begitu juga dengan temanku. Syukur yang tiada henti terus kulafazkan.

Terdengar teriakan relti memecah keheningan fikiranku, syok berat.

"Mbaaa Tiiiii, tolongin mba titi, Mba kamu ga apa-apa disana?" dengan nada panik dan teriak

Aku sadar mereka pasti panik, dan trisna adalah orang yang ku gonceng saat  itupun bibirnya ikut membentur buntut mobil raksasa itu dan ikut jatuh kedalam kolong mobil. 

"Ia mba tidak apa-apa, tapi biarkan mba berada disini untuk sesaat ya" teriakku

Orang-orang sudah mengumpul mengerumuni mobil raksasa itu, menantikan kami berdua keluar dari kolong mobil dengan cemas. Akhirnya kami berdua merasa sudah bisa keluar dari dalam kolong dan merangkak ke arah luar, kulihat banyak sekali orang yang memasang wajah-wajah penasaran dan cemas melihat kami. 

Kecelakaan itu nyaris membawaku pada maut siang itu, kalo saja bukan karena pertolongan_Nya entah kami seperti apa jadinya. Relti amat cemas, bukan kakaknya dahulu yang dia pastikan selamat akan tetapi diriku, aku orang lain. 

"Mba aku melihat jelas saat kalian menabrak buntut mobil  itu, aku teringat fil m final destination yang membawa pengendara pada maut saat kecelakaan, Aku sangat takut saat itu, motormu melaju dengan cepat menabraknya dan jatuh, lalu merosot ke dalam kolong, andai saja gas itu masih mba kendalikan mba akan terus menabrak, kulihat Trisna hanya bibirnya saja yang membentur buntut mobil tapi dirimu mba,,,Aku ndak tahu nasibmu saat itu, aku syok dan panik, takut sesuatu terjadi padamu mba, makanya aku meneriakkan namamu dahulu."

" Subhanaalloh, kuasa Allah yang memberikan keselamatan kita hari ini, tidak ada cidera yang berarti, kuperiksa lengan kiri, kepala, dan kakiku tidak ada luka hanya rasa tegang dileher saja, alhamdulillah trisna pun hanya bibirnya yang terlihat pecah dan jontor serta kaki kirinya yang memar karena tertimpa badan motor, sementara motor kami hanya kaca sepion kanan yang patah setelah itu tidak ada yang rusak. Maha muhaimin ya Allah,,,Kau benar-benar telah melindungi dan menjaga kami."

Kecelakaan siang itu mengingatkanku pada adikku, akankah aku menyusul adikku siang ini, kembali kepada sang Pemilik-Nya. Alangkah tambah bersedihnya Ibu dan keluarga yang lainnya andai ini benar -benar terjadi, Allah maha tahu batas kemampuan serta tingkat kesabarannya dalam ujian yang Dia berikan, Kami bertiga sepakat untuk tidak menceritakan kejadian ini ke pada keluarga kami masing-masing, karena aku tidak ingin Ibu dan kakak bersedih.


Akhirnya kami sampai pada tempat pertandingan, setelah kuceritakan tentang kejadian yang baru saja kami alami sebagian mereka benar-benar terkejut dan langsung mereka ambilkan obat-obatan untuk kami oleskan pada badan yang memar-memar. Aku langsung bergabung ke pada teman-teman senior dan sambutan mereka amat hangat setelah 7 tahun kami tidak bertemu dan ini adalah kali pertama kami dapat bertemu lagi setelah 7  tahun yang lalu. Ukhuwah ini masih sehangat dahulu, ranting kami memang ranting yang paling di segani dan solid dalam persaudaraannya, dan selalu menjadi juara umum dalam pertandingan-pertandingan, karena kami menjunjung tinggi kedispilinan berlatih dan banyak atlit-atlit yang lahir dari ranting kami.


Sore itu kami pulang betiga, meskipun kondisi hari itu hujan kami terus melaju menerobos badan jalan yang licin dan terjal, karena kondisiku masih syok maka aku pulang dengan di bonceng relti, pada jalan yang berbatu lepas kami berdua sempat jatuh dan tertimpah motor padahal jatuhnya hanya pelan tetapi kakiku menjadi pegal juga, dan karena kami juga sudah amat lelah dengan perjalanan dan guyuran hujan yang tiada henti hari itu.

Takdir Allah memang tidak salah sasaran, ketika  Allah katakan Kun fayaku, maka terjadilah, dan itu akan terjadi. Semoga Allah memberikan ku Khusnul khotimah pada pengakhiran hayatku nanti aamiinn.



























Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Isilah komentar dengan bahasa yang santun dan membangun!